IBM Kalahkan Fujitsu Sebagai Komputer Cepat

IBM Kalahkan Fujitsu Sebagai Komputer Cepat

INILAH.COM, London - Komputer Sequoia produksi IBM tercatat sebagai komputer paling cepat di jajaran komputer super cepat dunia dan mengalahkan komputer K buatan perusahaan Fujitsu.

Komputer Sequoia IBM berhasil melampaui kinerja Fujitsu K dengan kecepatan 1,55 kali lebih cepat. Komputer super ini telah diinstal dan diujicobakan di Lawrence Livermore National Laboratory, Kementerian Energi AS. Demikian diwartakan oleh DailyMail.

Apa yang semestinya dilakukan oleh 6,7 miliar orang dengan menggunakan kalkulator tangan tanpa henti dalam waktu 320 tahun untuk menghitung, komputer ini mampu menyelesaikan penghitungan dalam waktu satu jam.

Sebagai perbandingannya, jumlah prosesor komputer super cepat K buatan perusahaan Jepang Fujitsu hanya separuh dari jumlah Sequoia. Komputer cepat IBM ini menggunakan lebih dari 1,5 juta prosesor.

Dari segi efisiensi energi, Sequoia menggunakan 7,9 megawatt. Adapun Fujitsu K memerlukan 12,6 megawatt.

IBM Sequoia menggunakan mesin yang diklaim 273.930 kali lebih kuat dibanding komputer super CM-5/1024 keluaran tahun 1993 rancangan firma asal AS, Thinking Machines.

David Turek, salah seorang petinggi IBM mengatakan kepada BBC bahwa perusahaannnya telah merencanakan untuk kembali menduduki posisi paling atas selama dua tahun terakhir.

"Perencanaan matang membuahkan hasil ini. Kami tahu hal ini akan menjadi kenyataan," ujar Turek.

Turek menyebut Sequoia sebagai "puncak efisiensi energi" dan menuturkan pasar memberikan tanggapan positif.

"Laboratorium-laboratorium milik pemerintah di berbagai negara Eropa sudah menyatakan minat," tuturnya.

Sementara itu, menurut National Nuclear Security Administration, komputer cepat Sequoia tersebut akan dipasang dan digunakan untuk melakukan simulasi guna membantu memperpanjang masa kerja senjata nuklir sehingga tidak diperlukan lagi uji coba senjata nuklir di bawah tanah.

“Selain menjadi komputer tercepat, Sequoia meningkatkan kepercayaan diri kami di sektor nuklir,” ujar Thomas D’Agostino dari National Nuclear Security Administration. [ikh]

Artikel Terkait

Copyright 2011 ISENG ISENG BACA