Jika dulu diperkirakan proyek ini akan memakan sekitar Rp100 triliun, angkanya lalu berubah menjadi Rp170 triliun. Namun kini proyeksi angkanya proyek meningkat menjadi Rp215,375 triliun (US$25 miliar). Investasi untuk biaya studi kelayakan dan desain dasar saja memakan biaya US$150 juta (Rp1,29 triliun)
Menurut bahan dari Kementerian Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, angka itu masih bersifat estimasi awal berdasar kuantitas/volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan. Hal itu mengacu pada pengalaman proyek serupa seperti Jembatan Suramadu, jembatan Akashi Kaikyo (Jepang), dan lainnnya.
Biaya proyek diperkirakan akan naik seperti terjadi pada proyek dengan skala megaprogyek yang membuat nilai estimasi harga proyek naik signifikan. Rincian itu juga memerlukan pendalaman lebih lanjut karena belum dimasukkan harga pengadaan lahan, biaya perencanaan, biaya finansial dan sebagianya.
Dalam bahan itu juga disebutkan pendapatan lain di luar tol sangat potensial seperti dari sponsor proyek, misalnya penyediaan utilitas (telepon, jalur pipa migas, dan sebagainya). Proyek itu perlu dipaketkan sebagai kesatuan dengan konsep pengembangan wilayah untuk menjamin adanya subsidi silang bagi pembiayaan proyek serta menjamin keberlanjutannya.
Pemerintah dihadapkan keterbatasan sumber dana karena secara nasional kontribusi anggaran pemerintah (APBN) hanya 30 persen, sedangkan 70 persen merupakan kontribusi swasta. Selain itu penggunaan pemerintah dalam jumlah besar juga dapat menimbulkan kecemburuan pemerintah daerah lain.
Untuk itu pemerintah harus mendorong kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan JSS. Skema pendanaan yang memungkinan dilakukan pemerintah yaitu dengan pinjaman dalam negeri, pinjaman hibah luar negeri, penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN).